Saya Benci Para Pendaki dan Pelancong?

Thursday, June 18, 2015

Gereja Merpati, Ayam atau Burung, Mei 2013

Sepertinya ada yang salah dengan Jargon Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak kaki, Buktinya masih ada saja yang meninggalkan jejak sampai rumput dan bunga rusak, kemudian berupa coretan pilox bertuliskan nama orang, tulisan gak jelas yang lebih dikenal dengan Vandalisme di Gereja Merpati. Jangan mengambil apapun kecuali foto. Iya foto, gara gara foto itu dengan hastag #gerejaburung yang saya unggah bulan mei 2013 di instagram, jadi banyak alay yang ke sana, mencorat coret bangunan gereja dan mengunggahnya ke sosmed dan seterusnya. Jangan membunuh apapun kecuali waktu, iya kita sudah membunuh waktu, membunuh waktu orang lain yang sudah susah payah meluangkan waktu dan tenaga  untuk membangun bangunan tersebut. Lalu sebenarnya apa yang salah?

Pemandangan perbukitan, diintip dari dalam Gereja

Suasana Dalam Gereja Merpati
Pagi itu di pertengahan bulan mei 2013, ketika libur hari raya Waisak, Kawasan Karangrejo masih diselimuti halimun. Kami bergegas turun dari Puntuk Stumbu untuk menuju ke sebuah Gereja berbentuk Burung Merpati. Letaknya sekitar 1 kilometer dari parkiran Tuk Stumbu, Tepatnya di Dusun Gombong Desa Kembanglimus Kecamatan Borobudur.

Unik, adalah satu kata yang mewakilinya. Namun saya tidak akan membahas sejarah berdirinya, konflik atau arsitektur Gereja yang mirip Burung Merpati ini. Waktu itu akses ke sini kita harus jalan kaki, melewati perkebunan warga dengan ilalang yang lumayan tinggi, bahkan seperti belum pernah dijamah orang. Jalurnya tidak bergelombang berupa bebatuan kali licin yang disusun bercampur tanah yang kadang hanyut saat hujan deras.

Waktu kami ke sini, kesan bagunan ini benar benar singup lembab, dan dingin. Ilalang begitu lebat, banyak lumut,  tembok runtuh dan sarang laba laba seperti rumah berhantu di film-film horor. Mencari jalur naik pun susah, bisa bisa malah terjebak di bilik bilik bawah yang mirip labirin. Tangga untuk naik ke kepala burung juga belum ada. Walaupun begitu, bangunan masih bersih tanpa corat coret pilox. Coba lihat sekarang! #duh



Vandalisme dimana mana. Gereja Burung kini, Juni 2015

"SAKIT" orang yang corat coret itu benar benar sakit, sepertinya perlu rehabilitasi dan diajari etika. LALU SALAH SIAPA? Ada rasa bersalah dan tanggung jawab ketika Gereja Burung ini mulai ramai dikunjungi. Hal itu tidak lepas dari andil para blogger dan sosmed yang memamerkan dan menyebar luaskannya.

Pasar kaget di Puncak Gunung Andong

Hal senada juga terjadi di Gungung Andong,  Gunung Lawu,  gunung Prau dan Gunung Semeru seperti foto di atas. Kini gunung tak ubahnya seperti pasar. Untuk berjalan saja susah, takut tersangkut tali dan pasak tenda lalu ada yang nyemplung jurang, apalagi untuk lari?

Ada 3 kekhawatiran bila pengunjung terlalu banyak, pengunjung alay dan tidak tau etika:
1. Rusaknya ekosistem gunung
2. Sampah
3. Valdalisme

Bagaimana mengatasinya?

Untuk Pengelola, misalkan ada pengelola atau yang menarik karcis masuk. Bisa mengantisipasinya dengan menyisir dan memeriksa barang bawaan pengunjung supaya barang seperti pilox, spidol, tip-x tidak bisa dibawa naik. Bisa juga diharuskan memberikan peraturan "wajib meninggallkan uang/barang jaminan, dan akan hangus bila ketika turun tidak membawa sampah 2-3 kilo, termasuk sampah pribadi supaya terjaga kebersihannya. Juga memberikan peraturan bagi siapa yang kedapatan melakukan 3 kekhawatiran tersebut dikenakan denda/hukuman yang tegas dan tertulis.

Bagi Pengunjung, Mungkin inilah hal yang paling sulit karena pasti akan semakin banyak. namun tidak mustahil untuk terus mengedukasi, menumbuhkan kesadaran dan rasa saling memiliki. Supaya tidak merusak alam, nyampah dan vandalisme.

Saya Benci Para Pendaki dan Pelancong yang merusak, tidak tau etika, suka nyampah dan vandalime. Silakan bila ada alay yang bilang lebay atau sok peduli. Yang jelas Berawal dari kekhawatiran saya dengan kondisi tempat bermain saya yang kamu corat coret kemudian ditambah kondisi pilar pilar bumi yang kini mirip seperti pasar.

Untuk penutup, saya menerima ide, kritikan dan saran, silakan tuliskan di kolom komentar.

Pranala:
1. Gunung Telomoyo dan Andong

You Might Also Like

26 komentar

  1. AYO KE GUNUNG, RAME-RAME BUANG SAMPAH DI SANA!!!

    *masih draft*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Segera diselesaikan dan dipublikasikan moyen, biar pada buang sampah ke gunung.

      Delete
  2. Setuju dengan edukasinya,, gak usah jauh2 mas di curug lawe, juga sudah mulai....mungkin juga perlu pembatasan pendaki. Atau kunjungan... Jika kyak pasar tu mlah gunungnya..memng susah mengarakah atau mengubh pola pikir ank jamn sekarang.. Saya almi di kmpus tak seperti anak jaman sebelum ramai medsos mungkin.

    ReplyDelete
  3. Seneng ku liat blognya haha, simple banget, setelah sekian lama gak berkunjung ke sini :D. Sek komentar blog'e disek, mari ngunu postingane :))

    Kayak gitu itu, harus ada kesadaran dalam diri. Susah ngatur wong sak jagad :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh ada inul, hehe aku masih mantan blog jombloku kok.

      Iya yang utama itu kesadaran dalam diri masing masing. Tpi juga harus dibarengi dengan peraturan yang mengikat.

      Delete
  4. Sepertinya Pemerintah dan Pengelola SUDAH LELAH Mas, tapi kita" yang eneg bener sama alay-alay apalagi alay-alay yang demen banget buang sampah dan corat-coret narsis sepertinya ndak boleh lelah. Mudah"an di bulan baik ini alay-alay itu diberi hidayah mas dengan baca tulisan ini :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ikut berdoa khusyuk mas...
      kalau nonton standup comedynya si Rahmet ini mungkin yg vandal anak SMK hahaha
      korban standup

      Delete
  5. Padahal objek poto jadi ndak bagus gegara coretan dan sampah >__<

    ReplyDelete
  6. gemees..setuju tuh tarif masuk dimahalin buat seleksi alay, terus dicek satu persatu bawaan pendaki..nyebeliiin..

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau saya sih lebih utama milih mengedukasi pelancongnya dan melakukan peraturan ketat mba. kalau dimahalin tapi tetap menjejal aturan dan etika ya sama saja omong kosong

      Delete
  7. ooo namanya banyak ya...gereja merpati, gereja ayam, gereja burung....apapun namanya aku tetep pingin kesana....hehehe

    Ntar aku bawa cat sak kaleng mas....kanggo orat-oret neng bangunan kui....hahaha ....*langsung kabur ndak dibalang watu

    ReplyDelete
    Replies
    1. wewwwww kalau nama aslinya "gereja merpati" dari situsnya namanya gereja merpati.
      dulu aku taunya malah gereja ayam...

      bawa cat ya? kalungin gobang

      Delete
  8. gereja burung namanya? emank ada burung didalam gereja nya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bhahaha gerejanya yang berbentuk mirip burung mas bro

      Delete
  9. Penggaweane wong-wong kuwi mesti corat-coret gak jelas. Ra gelem ngecat malah coret-coret heuheuheu.

    Wah ngeri aku mas lihat foto Gunung Andong seng rame kuwi, la nek kesenggol ceblok jurang piye :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sepertinya yg doyan mainan pilox gitu anak ABG atau SMS hahha. Aku kebanyakan nonton Rahmet SUCI5

      iya, kesenggol dikit langsung ngglundung, kalau sampe bawah bisa jadi kikil

      Delete
  10. Vandalisme, ketidaksiapan destinasi, itu juga yang kadang bikin ragu ketika mau publikasi sebuah destiniasi yang ada di indonesia. Terus terang, biasanya saya juga lebih enjoy nulis tempat wisata di luar negeri karena mau ditulis dan jadi rame sekalian pun akan tetap terjaga kerapian dan kebersihannya.

    Bahkan, ada beberapa destinasi wisata di luar negeri yang pernah saya tulis di blog sekarang jadi ramai juga di kunjungi turis dari indonesia, tapi tetep tempat itu bersih, nggak ada vandalisme dll.

    Namun itu sepertinya berbeda jauh dengan beberapa destinasi di dalam negeri yang dulunya sepi, sekarang jadi ramai. Masalah mulai dari terlalu ramai, sampah dan vandalisme mulai bermunculan. Sekarang pun, nulis jadi harus hati - hati, dan selalu disisipi pesan agar menjadi pelancong yang bertanggung jawab.

    Tapi itu jadi beban juga sih, nanti kalau kebanyakan nulis tentang destinasi luar negeri dikira nggak nasionalis. serba salah deh? Yang jelas, karena memang pendidikan kita yang levelnya masih rendah, jadinya ya gitu. Masalah buang sampah nggak harus ke pariwisata, sehari hari saja masih banyak yang buang sampahnya ngawur. hehee *maaf kepanjangan* :D

    tetap optimis demi indonesia yang lebih baik :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. tetap optimis mas, sekarang saya juga selalu menyisipi dengan pesan supaya selalu menjaga. alhamdulilah temen temen saya yang ikut dolan mulai terbiasa untuk selalu menaganya.

      betul juga, faktor pendidikan dan sikap dari pengunjung yang kadang bikin ati nggregel. ada juga yang bilang karena faktor kebiasaan/budaya.

      saya malah belum ada kesempatan buat nulis wisata di luar. aku mbok diajak mas hehe


      Delete
  11. Iya juga ya jadi tulisan atau foto-foto kita itu ibarat pisau bermata dua.

    Wah sampeyan hipster, rono sebelum terkenal haha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. pisau bermata dua dan bertelinga banyak. gampang banget nyebar
      sebelum diorat otret mas... bhahaha hipster...

      Delete
  12. Aku sedih banget liat coret-coretannya itu... Gusti... Ngopo ngono tah kuwi uwong-uwong :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. kenapanya aku gak tau mba.
      mungkin sebagian pengen ninggalin kenang kenangan
      dan biar namanya eksis?
      who knows?

      Delete
  13. itu puncak gunung kayak pasar malam aja...hehehheee

    ReplyDelete

Followers