![]() |
Jalan Ke Gunung Andong |
Apa tujuanmu naik gunung? Tujuan kita mungkin sama, yaitu ingin mendaki dan menapaki Puncak Gunung Andong, lalu turun dengan lutut sedikit bergoyang dan kulit yang menghitam. tapi yang didapat selama perjalanan ke gunung Andong pastinya akan berbeda di setiap tetes keringat yang mengkristal dan kepala yang mulai pusing terpapar sinar matahari.
Kali ini ada yang berbeda, Hari minggu, tanggal 1 agustus saya jalan-jalan “lagi” bersama Dhave dan Yafeth. Yang membuat berbeda adalah “ada wanita diantara kita” namanya Kiky. Sepertinya dia terjangkit viru playon di gunung.. Keinginannya naik gunung akhirnya terkabul setelah menempa fisik, dengan joging 4-10 kilometer tiap pagi di lingkungan kampus UKSW Salatiga.
Gunung Andong pagi ini cuaca cerah berawan. 2 puncak berbentuk punukan nampak jelas mengawasi tiap langkah kami dari Dusun Ngamblak menuju Dusun sawit yang berjarak 4km. Ketinggiannya hanya 1780mdpl, tapi kemiringan dan curamnya jurang mampu menggoyahkan sendi lutut, membuat jantung dan paru paru bekerja ekstra keras bagi yang tidak terbiasa.
Yafeth si manis dari Papua lepas kendali, Rencana awal yang hanya jalan santai karena ada wanita diantara kami, akhirnya bubrah karena terhanyut kebiasan tik tok saat mendaki gunung. Yafeth sampai di puncak dalam waktu 45 menit saja, lebih cepat 5 menit dari saya. Kiki dan Kres terseok di belakang, sedangkan Dhave di belakang, sengaja melambatkan langkah menjadi juru kunci, “Katanya” ingin lebih mengeksplore gunung andong.
"Heyyy... yang bernama Tony Matheo Takaeb, sepertinya kamu harus dikasi pelajaran soal navigasi di gunung!!!"
mungkin ada benarnya juga yang bilang "naik itu susah, giliran turunnya lebih susah". Apalagi posisinya sedang sakau pesona puncak Kenteng Songo Gunung Merbabu, tetapi secepatnya harus menuruni gunung yang butuh dengkul ekstra, ditambah tanpa cadangan air dan perut keroncongan.
Akhirnya kulit jari kaki kanan dan kiri jebol setelah menuruni Kenteng Songo. Jalur menurun sejauh 1 kilometer yang berbatu, bepasir dan berdebu memberikan tekanan yang berlebih pada lutut dan kaki. Kulit kaki terluar yang tanpa pelindung, tidak kuat lagi menahan gesekan plastik keras dari sandal gunung. setiap langkah kaki adalah sebuah siksaan. Plester pun tidak banyak membantu, mau telanjang kaki juga bakal tambah parah. Mau nekat?
"WOOY TONIII... PAHA KIRIKU KERAM!!! saya teriak dalam hati saja, malu dong sudah banyak orang di puncak Kenteng Songo Gunung Merbabu. Saya cuma melambai dari puncak seberang sambil menunjuk paha kiri yang harus diseret setelah otot tertarik di tanjakan terakhir.
Dhave bilang jalur Wekas adalah jalur terpendek, jaraknya hanya 5.76 kilometer, tapi tetap saja bakal terasa berat karena perjalanan secara tik-tok tanpa mendirikan tenda atau berlama lama di puncak, ditambah lagi selama puasa dan libur lebaran lutut saya sama sekali belum dilatih joging atau basket. Tetapi Jalur ini cukup nyaman kok daripada jalur Cuntel, Thekelan atau Selo, terutama bagi pendaki yang baru pertama kali ke merbabu. Kenapa? karena persediaan air melimpah, pohon pinus dan cemara yang menjulang tinggi sangat memanjakan mata. Pepohonan yang rimbun meneduhkan langkah kaki dan detak jangtung yang mulai berdegub kencang.
![]() |
Sisi Utara Benteng Willem 1 |
"bangunan kuno dekat jalan lingkar ambarawa itu apaan?", Berawal dari rasa penasaran kesumat dari teman saya @intan_sera, akhirnya saya tau kalau bangunan kuno tersebut adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Ambarawa. Benteng yang berdekatan dengan RSUD Ambarawa ini memang nampak terbengkalai dan menyeramkan. para narapidana pasti berkidig ketika mendengar nama lapas ini. Konon banyak perlakuan yang mengerikan diterima tawanan di penjara ini.
Port Willem 1, Pribumi Ambarawa lebih mengenalnya dengan sebutan Benteng Pendem. Hanya Secuil sejarah yang saya ketahui tentang benteng jaman belanda yang selesai dibangun tahun 1845. Saya rasa benteng ini masih ada hubungan dengan Port Willem 2 yang berada di Ungaran dan Barak Bantir di Sumowono ketika itu.
![]() |
Dinding blok tengah sisi utara |
Selamat pagi... selamat puasa teman temin... kawan.. kawww.... ah.. sudahlah...
Jadi hari ini adalah hari kedua puasa Ramadhan setelah drama sidang isbat di senayan, dan menjadi hari kedua puasa ngetwit. Iya, aku puasa ngetwit gegara nyamber twitnya Eka terus ditantangin kuat kuatan menahan syahwat jemari dan nafsu pikiran dari candu twitter.
Kuat gak? sepertinya kuat, tapi gemes juga kalau ada yang mention dan godain di timeline. Semalam itu, jari jari sempat gatel pengen reply atau me-RT yang lagi panas panasan di timeline soal PNS, ahihi... cukup memantau saja lah daripada kalah tantangan.
Khilaf, jadi tadi pagi aku sempat khilaf, cross posting upload foto dari instagram. Namanya juga gak sengaja tho?, jadi boleh dilanjutkan. Dulu waktu masih kelas 3 SD aku pernah khilaf puasa di hari kedua. Tradisi di kampungku itu, kalau habis subuhan pasti jalan jalan berjamaah keliling kampung nenteng obor minyak tanah (waktu minyak tanah masih 500/liter), tapi waktu pulang rumah lepas sarung malah nyomot pisang buat cemilan.
Ceritanya aku merasa bersalah dan berdosa gitu, dengan wajah innocent aku tanya ke Ibu
"mak, aku gak sengaja makan pisang, puasanya batal gak?".
"kalau lupa gak batal le, itu namanya pemberian dari Allah"
"kalau makannya dilanjutin boleh gak mak?"
"kalau sudah ingat, ya gak boleh dimakan lagi!, kalau dilanjutin ya batal tho le!"
"pisange aku makan habis mak, nambah mimik juga hehe..."
"@$#^^&%#%@^"
*langsung lari ke jalanan cincing sarung nyawut obor*
Selamat puasa Ramadhan kawan... kaww... ah.. sudahlah...

Dhanang Puspita (dhave), saya mulai kenal dia sejak tersangkut dalam pembuatan buku "Relawan Merapi", buku tentang kisah para relawan saat erupsi gunung merapi. Dhave adalah penyumbang judul paling banyak dengan ide tulisan yang menurut saya paling unik dan berkesan paling dalam. Kemudian berlanjut saling koment di dinding facebook, menjadi silent reader blog multiplynya dan bertatap muka saat libur lebaran, saat itu dia cuma pakai kolor biru dan kaos lusuh habis nyangkul kebun di samping rumahnya.
Karena lapak multiply sudah almarhum, kini blog dengan artikel 500 lebih ini pindah rumah ke dhave.net. Isinya tidak jauh dari ilmu biologi, kegiatan pecinta alam, fotografi melengkung dengan andalan lensa mata ikan.. Bhahaha... Pria kurus berumur 30 tahun dari Kota Salatiga ini sudah seperti andrea hirata yang menulis di national geographic saja.
"kalau diam di rumah, saya malah stress mas" Ada ada saja ulahnya, selain produktif menulis di berbagai media, menekan tombol rana kamera canon dan playon di gunung, dia juga dosen S2 Biologi di Universitas Kristen Satya Wacana. Belum cukup? setiap weekend ada-ada saja acaranya, kadang juga harus konser di acara outbond, bergelayutan di pohon dan bebatuan seperti monyet, atau ujug ujug sudah update status dengan foto di pucuk gunung merbabu.