Fatih dan Langkah Kecilnya di Curug Lawe

Friday, July 12, 2019


Bagaimana jadinya, jika anak Gemini yang baru berumur 3 tahun diajak tracking ke Air Terjun Curug Lawe Kalisidi? Aman gak? kuat gak? rewel gak?

Sudah lama sekali saya ingin mengajak Fatih main ke Curug Lawe, sejak umurnya 2 tahun, namun  urung karena istri selalu melarang dengan alasan "nanti capek, rewel" (ini yang capek kayanya emaknya deh). Tapi, akhirnya ketemu juga waktu yang pas, mumpung libur kerja dan hanya berduaan saja di rumah, daripada dia ngerusuhin hape ayahnya, mantengin teletubies dan thomas di youtube, lebih baik diajak jalan-jalan saja.

"Fatih, jalan-jalan yuk"
Saya menghampiri Fatih yang sedang mojok di kasur, lagi fokus mantengin 4 tuyul di dunia tabi yang perutnya ada layar LCD, Tingki Wingki, Dipsy, Lala dan Po bermain-main.

"Ning endi, yah?"
Anaknya langsung naruh hape ayahnya, dan nangkring ke motor. Buset ini anak, semangat banget kalau denger kata jalan-jalan.

"liat air terjun yuk"

"air jun?"

"a-ir ter-jun" 

"air tejun, yah?" pakai R woy, R! yasudahlah, bahasa balita emang gitu. Dari ekspresi mukanya, sepertinya dia masih bingung apa itu air terjun, yang dia tahu baru air mancur dan air ember tumpah di kolam renang

"nanti naik bus Tayo, ya yah?" duh, gawat! dikiranya ada jalur bus BRT masuk hutan? dia memang sering saya ajak naik BRT tiap minggu.

"Air terjun, nak. Nanti ada monyetnya" mendengar kata "monyet" anaknya langsung antusias, paling tidak trayek BRT ke hutan sudah dibatalkan pembangunannya.

Baca juga : Teman Lari Yang Rewel

Sabtu pagi itu saya sempat bimbang, namun setelah menimbang-nimbang di usianya yang 3 tahun ini, dia sudah mulai berubah. Diajak jalan di trek lari 2 putaran sudah kuat, tidak rewel dan tidak minta pulang (ya walaupun masih harus gandengan sih). Bertemu orang asing pun tidak takut, bahkan diajak ngobrol. Ditinggal lari dan gelantungan di besi pun sudah tenang. Dengan catatan dan garis bawah, asalkan nanti diajak naik Bus Tayo (Bus BRT).

PERSIAPAN ANAK KE CURUG LAWE

Niat berangkat pagi-pagi pun gagal karena ternyata banyak yang harus dipersiapkan, sarapan pagi, mandi dan termasuk susu botol dan perlengkapan si bocah. Saya sengaja menyiapkan bekal dalam tas berupa susu botol dan susu kotak untuk dia minum selama perjalanan untuk dia bawa sendiri, sedangkan perlengkapan seperti baju ganti yang nantinya mubazir cuma bikin berat tas, saya masukan dalam ransel. Jam 10 baru sampai parkiran Curug Lawe.

Jalur dari parkiran ke kebun cengkeh dan sampai di saluran air dia lalui dengan mandiri. Ternyata jalan di hutan yang hijau, sejuk, semilir membuat dia betah dan kuat jalan, mungkin juga karena ada iming-iming dengan kata kunci "ke air terjun liat monyet". Semoga nantinya saya tidak dicap pembohong dan ayah durhaka oleh anak sendiri karena tidak bertemu monyet.


"Ana iwake, yah?" Dia berhenti di talut dan memandangi ke dalamnya air jernih.
"Ada dong" padahal gak lihat ikan kelayapan di air.
"Endi yah?"
"Mumpet yae"
"Mancing yah"
"Ayah gak bawa pancingnya"
"gawa iki yah, etok-etok, mosok orak reti?" Mengayun-ayunkan ranting yang tadi saya kasih ke dia.
buseeett ini anak ngajarin berimajinasi seperti di kardus IMAAAAJINSI-nya Spongebob.
Saya jadi ikutan pura pura mancing dan dapat ikan.
"Yeee... dapet ikan"

Anaknya rame, apa saja jadi bahan mainannya dia, daun kering, batu kerikil, ranting, semuanya dimainin untuk dilempar ke saluran air. Seandainya dikasih kucing hidup pun mungkin dilemparnya ke air mengalir biar hanyut. Anaknya seneng sih, tapi kayanya gak bener juga.

"Fatih, kalau ada sampah jangan dibuang di kali ya, nanti banjir, ikannya pada mati"
"Kalau buang sampah, di mana? di tempat sam..?"
"pah.." jawabnya menimpali. Syukurlah, untung gak jawab "suka suka guwe, masalah buat eloooh" langsung saya lempar ke kali.

Beberapa kali saya menjumpai masih ada bungkus permen, snack dan botol di sepanjang jalan, padahal karusng sampah tidak sedikit disediakan. Saya pungut dan memasukkannya ke keranjang sampah. "Yah, aku dewe!" Fatih ikut mengambil plastik-plastik dan membuangnya ke keranjang sampah. Saking keponya, kepalanya hampir masuk juga ke keranjang sampah untuk melihat isinya.


MASALAH DI PERJALANAN

Selama di perjalanan dari kebun teh sampai ke air terjun hampir tidak ada masalah, rewel pun tidak. Paling hanya ketika jalanan terjal, naik atau turun yang terlalu tinggi, jalan sempit, dan saya anggap membahayakan, dia saya gendong di belakang. Sayangnya 50% medan yang dilalui cukup riskan untuk dia jalan sendiri, jadilah boyok ayahnya cukup panas.

PR banget itu ketika menaiki undak-undakan tangga terkahir sebelum sampai ke air terjun, tinggi banget! curam! Saya menaikinya pelan-pelan sambil menggendong bocah 18kg. Lebih PR lagi ketika nanti menuruninya pas perjalanan pulang.


SAMPAINYA DI CURUG LAWE

Sampai di air terjun curug lawe, eh dianya gak mau deket eket dengan air terjun. Kena hembusan airnya saja sudah miring miring menjauh, takut kena air. Mungkin pikirnya air terjun itu ember tumpah di waterboom, tapi versi raksasa dan tanpa jeda ngisi penuh. Jadi kami cuma menikmatinya dari kejauhan sambil nemenin dia puas lempar-lempar batu kecil ke aliran sungai. Gapapalah nak, asal kamu bahagia. Semoga penunggu kerikilnya gak ikutan pulang rumah.

Perjalanan pulang dia terlihat capek, dia lebih banyak saya gendong ketimbang  jalan sendiri, karena sering terpeleset, terlalu berisiko buat langkah langkah kecilnya. Semoga boyok ayahmu masih ditanggung BPJS.

"Wah ngantuk ni bocah"

Ketika perjalanan  menuju rest area (pertemuan antara jalur curug lawe dan benowo), kepalanya selalu bersandar menempel di punggung, sepertinya capek lempar batu. Saya memilih untuk beristirahat di kursi panjang. Benar saja, baru tengkurap, rebahan di kursi kepalanya bersandar di paha, hanya dengan 5 usapan tangan sudah merem, lelap.


Ingin sekali berlama-lama istirahat di sini sementara menunggu dia terbangun. Menikmati suasana alam, teduhnya pohon-pohon tinggi menjulang, gemercik suara air, alunan merdu kicauan burung. Tidur di sini, mungkin 1 jam lagi baru bangun. Syahdunya. Tapi, tiba-tiba hape dalam celana bergetar.

"Sampai mana, kapan pulang?" SMS dari ibunya (FYI: gak ada signal 4G indosat dan tri yang tembus di hutan ini) .
"Lagi istirahat di rest area" Betul juga, sudah siang ini, sudah jam 2 siang, kasihan Fatih jika sampai sore masih di perjalanan. Kita pulang nak!

Karena anaknya masih tidur lelap dan kasian kalau dibangunkan,  maka perjalanan pulang ini dia saya bopong depan. Biarkan boyok ayahmu diuji ketahanannya, nak.


BERTEMU LUTUNG DI CURUG LAWE

Alahmdulilah ya, saya gagal menjadi ayah yang durhaka dan penuh dosa karena membohongi "ada monyet" di air terjun. Beruntung sekali kami berjumpa dengan seekor lutung di gazebo, di pepohonan di area pertengahan antara jembatan romantis dan jalan keluar.

"Tih, ada monyet"
"Endi yah?"

Beruntung sekali anak ini, hari itu dia melihat air terjun, bertemu dengan ular, tupai, capung, kupu-kupu, batu-batu kecil, banyak sekali daun kering yang dia hanyutkan dan sebagai gong-nya adalah seekor lutung secara langsung. Sungguh disayangkan, saya pikir sudah merekam videonya, ternyata tidak tersimpan. Mungkin hanya saya zoom karena terlalu jauh dan lupa mencet tombol, atau mungkin... ah... sudahlah. Sampai di rumah dia cerita ke ibunya bertemu lutung, warnanya hitam, buntutnya panjang, naik pohon, lompat lompat.

Lokasi bertemu lutungnya ada di video berikut, di menit ke 02:03



Nah, sekian perjalanan saya dan Fatih treking Air Terjun Curug Lawe. Sebenarnya saya tidak memaksakan harus sampai ke air terjun, hanya jalan jalan santai saja, tapi ternyata anaknya kuat dan tidak rewel sampai di air terjun. Ya cuma boyok bapaknya saja yang dipastikan ada yang rontok.

Kalau ada yang tanya "Curug Lawe aman buat anak-anak?" jawabnya adalah aman kok, bahkan untuk sampai ke curug pun kaki tidak ada yang basah, mau pakai high heels ke sini juga aman, gak bakal nyeblok air. Tapi harap dinilai sendiri batasan kemampuan fisik masing masing. Jika lelah, istirahat. Jika tidak sanggup lagi ya berhenti, balik kanan.

Camping? yok nak, kita jadwalkan!

You Might Also Like

2 komentar

Followers